Sejak dahulu, manusia menghibur diri mereka dengan berbagai macam hal, seperti musik, drama, dan olahraga. Dengan hiburan, manusia bisa kembali berpikiran jernih dan kembali segar dalam menjalani semua aktifitasnya.
Berbicara soal hiburan, saat ini Bandung menjadi salah satu pusat hiburan alternatif warga ibukota. Jaraknya yang kurang dari 160 km saja bisa ditempuh dalam waktu dua jam saja (dengan kondisi lalu-lintas normal). Bandung menawarkan banyak hal yang tidak dimiliki ibu kota, seperti wisata alam, wisata belanja, dan wisata kuliner. Tangkuban Parahu, Ciwidey, Jalan Dago, dan Jalan Riau akan dipenuhi para pencari hiburan asal ibukota di akhir pekan
Saking seringnya warga ibukota mencari hiburan di Bandung, wawasan mereka tentang dunia hiburan terkadang lebih luas dibanding warga Bandung sendiri. Beberapa bulan terakhir ini saya gelagapan saat ditanya kawan yang berdomisili di Jakarta tentang lokasi-lokasi wisata kuliner kekinian. Bahkan tren kue cubit green tea baru saya ketahui dari sepupu saya yang hampir setiap minggu rajin main ke Bandung.
***
Saat daerah Jalan Dago dan Jalan Riau kini dipenuhi wisatawan dalam mencari hiburan, siapa sangka kalau dulu Kawasan Kosambi pernah penjadi salah satu pusat hiburan di Bandung. Kosambi yang kini kita kenal sebagai kawasan perniagaan, dulunya merupakan kawasan hiburan di Bandung.
Semuanya berawal pada tahun 1898, saat Pemerintah Hindia Belanda memindahkan pabrik Artillerie Constructie Winkel atau yang biasa disebut pabrik senjata (sekarang Pindad) dari Surabaya ke Bandung. Seluruh pegawai ACW diboyong langsung ke Bandung dan menetap di daerah Kiarcondong.
Pasar Kosambi menjadi pusat sosial-ekonomi orang Jawa di Bandung karena pada saat itu pasar ini letaknya yang paling dekat dengan Kiaracondong. Maklum saja, pada saat itu belum ada Pasar Kiaracondong yang kita kenal sekarang ini.
Di sekitar Pasar Kosambi, orang-orang Jawa berkumpul untuk berdagang atau sekedar mengobrol dengan kawan sedaerahnya. Kegiatan sosial ini kemudian menjadi stimulus terbentuknya sebuah rumah pertunjukan kebudayaan Jawa yang bernama Sriwedari. Di rumah pertunjukan ini sering dilangsungkan pertunjukkan wayang kulit dan ludruk, tentunya dalam Bahasa Jawa.
Di bekas lahan Sriwedari, kini berdiri sebuah masjid
Tak melulu soal kebudayaan tradisional, di Kosambi juga terdapat pusat hiburan kontemporer. Setidaknya di Kosambi pernah ada tiga bioskop terkenal yang pernah berjaya di kawasan ini.
Gedung Rumentangsiang (d/h Bioskop Rivoli dan Bioskop Fadjar)
Bioskop paling tua yang pernah ada di Kosambi adalah Rivoli Theater, yang berdiri pada tahun 1935. Bioskop ini kemudian berganti nama menjadi Bioskop Fadjar pada tahun 1970-an. Fadjar terkenal karena sering memutarkan film-film silat Mandarin. Tak sampai satu dekade, Bioskop Fadjar akhirnya tutup dan kemudian bekas bangunannya digunakan sebagai Gedung Pertunjukan Rumentangsiang.
Di atas lahan ini, dulu berdiri Bandung Theater
Namun pada akhirnya Bandung Theater harus tutup pada sekitar awal tahun 1990-an. Lesunya industri film Indonesia dan monopoli distribusi film menjadi dua alsannya. Bandung Theater kemudian berganti menjadi Pusat Pertokoan Kosambi dengan bentuk bangunan yang bisa kita lihat sekarang ini.
Plaza Theater
Bioskop ini berlokasi di lantai paling atas gedung Jaya Plaza. Saya tidak mengetahui secara pasti kapan Plaza Theater pertama kali beroperasi, namun bioskop ini tutup di periode yang hampir sama dengan Bandung Theater. Sisa kejayaan Plaza Theater masih bisa kita lihat di dinding Jaya Plaza yang masih bertuliskan “Plaza Theater”. Ayahanda salah satu Aleutians dulu pernah bekerja mengantarkan film ke Plaza Theater, seperti yang Nicholas Saputra lakukan di film Janji Joni 🙂
Sumber : https://komunitasaleut.com/2015/11/12/kosambi-pernah-jadi-pusat-hiburan-di-bandung/
Oleh : Arya Vidya Utama (@aryawasho)
izin copas gan
ReplyDeleteMantap . Lanjutkan gan perkenalkan kota bandung . Semoga kosambi jdi perhatian lg bagi warganya
ReplyDelete👍👍👍 mantap
ReplyDeletePasar tradisional harus kembali berjaya
ReplyDelete